Selasa, 01 Januari 2013

MATERI P3K


menghentikan perdarahan



PERTOLONGAN DARURAT

Jika Terjadi Kecelakaan
Jika Anda mendengar teriakan atau melihat darah, berarti ada suatu kecelakaan, dan kemungkinan ada seseorang yang terluka. Anda menyadari ia butuh pertolongan, dan Anda berada paling dekat dengannya. Sadarilah bahwa tindakan pertolongan Anda selama beberapa menit ke depan bisa menjadi penentu.

Seberapa Serius Kecelakaannya?
Jangan panik. Cobalah mengetahui seberapa serius kecelakaannya secara cepat. Ini akan mempermudah Anda dalam bertindak cepat untuk menolongnya, apa pun bentuk pertolongan yang dibutuhkannya.

Jangan PanikHal pertama yang harus Anda lakukan adalah menentukan seberapa baik Anda dapat mencegah cideranya bertambah parah. Yang paling penting sebelum melakukan penanganan adalah memindahkan korban dari tempat kecelakaan bila situasinya membahayakan. Anda harus mengetahui penyebab kecelakaan dan menghentikannya, apakah itu berupa penghentian crane, pemadaman api, atau pemindahan mesin. Maka, jangan panik, namun tetap waspada!

Pertolongan DaruratBila Anda mengetahui bahwa korban membutuhkan pertolongan secepatnya, penting bagi Anda untuk mengetahui keadaan sirkulasi saluran pernapasan:
A. Saluran pernapasan korban jangan sampai terhalang.
B. Bila korban tidak bernapas, segera lakukan pernapasan buatan.
C. Bila tidak ada denyut nadi, lakukan Resusitasi Jantung Paru-RJP (Cardio Pulmonary Resuscitation-CPR).
Untuk panduan lebih jelas, silakan lihat di Resusitasi Jantung Paru-RJP (Cardio Pulmonary Resuscitation-CPR).

Cari Bantuan Bila DiperlukanAnda harus bisa menentukan apakahAnda bisa menangani korban sendirian. Bila Anda merasa memerlukan bantuan, carilah bantuan secepatnya. Bertindaklah secara tenang sambil menilai situasi. Jangan lupa untuk melakukan pertolongan pertama secara terus­-menerus dan dampingi korban sampai bantuan datang.
Selalu simpan nomor-nomor telpon penting di tempat yang mudah dilihat.

Pertolongan Pertama Untuk Menghentikan Perdarahan

LUKA TERBUKA
Luka terbuka biasanya menyebabkan PERDARAHAN. Yang harus segera Anda lakukan adalah menghentikan perdarahan.
  • Tutup luka dengan kain bersih atau dengan tangan lalu BERIKAN TEKANAN LANGSUNG pada luka. Beri perban bila darah merembes keluar. Tetap berikan tekanan kuat sampai dokter datang. Bila memungkinkan, penolong sebaiknya memakai sarung tangan.
  • Bila perawatan darurat lainnya diperlukan, gunakan PERBAN TEKAN agar kain tidak bergeser.
    Ikat dengan kuat namun jangan terlalu ketat sehingga menutup aliran darah pada luka.

Bila tidak ada tulang yang patah, ANGKAT anggota tubuh yang terluka lebih tinggi dari jantung.
Bila tekanan pada luka dan pengangkatan tidak juga menghentikan perdarahan, lanjutkan dengan memberikan tekanan ke TITIK TEKANAN di antara jantung dan luka. Lepaskan titik tekanan tersebut bila perdarahan berhenti.

TITIK- TITIK TEKANAN
LENGAN: di bagian dalam lengan tengah di antara bahu dan siku.

KAKI: titik tengah lipatan di antara paha dan badan (penekanan urat nadi pada tulang memperlambat aliran darah).



pertolongan patah tulang



Patah tulang dapat terjadi akibat adanya cidera berat pada bagian tubuh sehingga tulang menjadi terbelah dan menimbulkan rasa sakit. Jika kita menemukan orang yangtulangnya patah sebaiknya kita harus berhati-hati jika ingin menolongnya karena jika salah maka cideranya akan bertambah parah.
Orang yang patah tulang sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit, puskesmas, klinik, dokter, ahli patah tulang atau pusat kesehatan lainnya agar dapat segera diberi perawatan yang intensif agar tulang yang patah bisa berangsur-angsur pulih kembali.
Beberapa Jenis/Macam Patah Tulang Dan Cara Menyikapinya :
A. Patah Tulang Tertutup
Patah tulang tertutup adalah kasus patah tulang di mana patahan tulangnya tidak melukai/merobek daging dan kulit yang ada di dekatnya. Patah tulang ini bisa menjadi terbuka jika patahan tulangnya semakin parah dan menusuk daging / kulit hingga menimbulkan luka berdarah.
- Tidurkan korban patah tulang dan jangan banyak bergerak yang tidak perlu.
- Pasang penyangga tulang yang patah agar patahan tulangnya tidak semakin patah baik dengan menggunakan spalk / bidai, tongkat, kayu, sapu ijuk, tiang antena, dll yang ringan dan kuat diikat atau dibalut kuat tetapi tidak membuat ikatan atau balutan di bagian yang patah.
B. Patah Tulang Terbuka
Patah tulang terbuka adalah kasus patah tulang di mana patahan tulangnya membuat daging dan kulit yang ada di sekitar patahan tulang menjadi sobek terluka. Patah tulang ini harus benar-benar diwaspadai karena selain mudah infeksi karena luka menganga juga kita bisa tertular penyakit orang yang berdarah tersebut bila tidak berhati-hati.
- Tidurkan korban patah tulang dan jangan banyak bergerak yang tidak perlu.
- Jika darah masih mengalir hentikan pendarahan dengan menekan dan mengikat bagian yang terluka dengan kain bersih.
- Pasang penyangga tulang yang patah agar patahan tulangnya tidak semakin patah baik dengan menggunakan spalk / bidai, tongkat, kayu, sapu ijuk, tiang antena, dll yang ringan dan kuat diikat atau dibalut kuat tetapi tidak membuat ikatan atau balutan di bagian yang patah atau terluka.
C. Patah Tulang Belakang / Spinal
Pada kondisi patah tulang punggung atau tulang belakang si penderita akan merasa sakit pada bagian belakang atau bagian leher. Jika demikian maka jangan menimbulkan banyak gerakan pada korban agar tidak merusak sumsum tulang belakang yang bisa mengakibatkan lumpuh permanen. Sebaiknya tunggu ambulan atau petugas medis yang berpengalaman untuk mengurus korban lebih lanjut.
- Jangan membuat pasien banyak bergerak baik berpindah tempat, mengangkat kepala, berdiri, duduk, dsb. Jika tidak mendesak jangan korban patah tulang belakang jangan dipindahkan dari tempat semula dan jaga posisi agar tetap dengan kepala lurus ke atas.
- Hangatkan badan penderita patah tulang punggung dengan selimut.
- Gunakan pengangkut dengan alas yang kuat dan keras seperti papan, meja, dll diangkut minimal dua orang agar stabil.




mengatasi asma

PERTOLONGAN PERTAMA PADA SESAK NAPAS (ASMA) TANPA OBAT

cara-cara mengatasi asma tanpa obat.
Bagi penderita yang mempunyai penyakit keturunan asma pasti akan sangat terganggu apabila penyakit tersebut tiba tiba muncul tak terduga. Sangat Penting dilakukannya pertolongan pertama ataupun pencegahan untuk mengurangi intensitas sesak napas tersebut agar tidak semakin parah.
Adapun pertolongan pertama yang dapat dilakukan kepada penderita Asma adalah sebagai berikut:
1. Pada saat Anda menemui orang yang terkena serangan asma, hendaklah cari tempat yang nyaman (bisa dibawa ke tempat tidur atau ruangan yang memungkinkan penderita dapat beristirahat dengan tenang).
2. Usahakan posisi penderita dalam keadaan setengah duduk dengan pundak bersandar pada bantal atau tembok atau apa saja. Jangan sekali-kali diposisikan dalam posisi tidur karena akan makin mempersulit penderita untuk bernafas.
3. Penting juga untuk penolong agar tidak panik. Ajak juga penderita ngobrol, hal tersebut akan membantu kepulihan penderita dan juga mengurangi kepanikan penolong.
4. Pijit pada daerah syaraf paru-paru yang terletak di atas jempol kaki (sekitar 3-5 cm), tepat di daerah ruas antara jempol dan jari telunjuk kaki. Teknik pijitnya harus secara perlahan-lahan
5. Beri penderita minum air hangat. Akan membantu menghangatkan dada penderita dan membuat lebih enak bernafas.
6. Apabila usaha diatas telah dilakukan selama 15 menit belum menunjukkan kemajuan, segeralah bawa penderita kedokter terdekat
Semoga dapat membantu, dan lekas sembuh.




tekhnik memberikan nafas buatan

Cara memberikan nafas buatan (CPR/RJP) terhadap orang pingsan sangatlah mudah

sering kali kita bingung jika kita menemukan orang pingsan, jika kita mau menolong pasti kita bertanya-tanya dalam hati , apakah yang harus di lakukan pertama kali.?????
Anda hanya perlu melakukan ABC (Airway, Breathing, Circulation) dengan baik dan benar.

AIRWAY: Bukalah jalan udara
Letakkan pasien secara terlentang pada tempat yang kokoh.
Berlututlah di dekat pipi dan bahu pasien
Bukalah jalan udara pasien dengan memiringkan kepala ke belakang-mengangkat dagu. Letakkan telapak tangan anda pada dahi pasien dan dengan halus dorong ke bawah. Lalu tangan satunya gerakkan dagu ke depan untuk membuka jalan udara.
Periksa napas normal, dalam waktu tidak lebih dari 10 detik: perhatikan gerakan dada, dengarkan bunyi napas, dan rasakan napas pasien di pipi dan telinga anda. Jangan mengira bahwa hembusan napas pasien berupa napas normal. Bila pasien tidak bernapas secara normal atau anda tidak yakin, mulailah pernapasan mulut ke mulut.


BREATHING: Bernapaslah ke pasien
Pernapasan penyelamatan dapat berupa pernapasan mulut ke mulut atau mulut ke hidung bila mulut terluka serius atau mulut tidak bisa dibuka.
Dengan jalan udara terbuka (memiringkan kepala ke belakang-mengangkat dagu), jepit hidung pasien untuk pernapasan mulut ke mulut lalu tutupi mulut pasien dengan mulut anda.
Siapkan diri anda untuk memberikan 2 napas. Berikan napas pertama (tahan selama 1 detik) lalu perhatikan apakah dada naik, Jika tidak naik maka berikan napas kedua. Jika dada tidak naik, ulangi memiringkan kepala ke belakang-mengangkat dagu, lalu berikan pernapasan kedua. Mulailah menekan dada.



CIRCULATION: Memulihkan sirkulasi darah 1. Letakkan bagian dalam salah satu tangan anda di atas bagian tengah dada pasien. Taruhlah tangan lainnya di atas tangan yang pertama. Jaga siku anda lurus dan posisi bahu anda tepat di atas tangan anda.
2. Gunakan berat badan bagian atas (tidak hanya lengan anda) ketika anda mendorong ke bawah (menekan) dada 4 –5,5 cm. Dorong kuat dan cepat-berikan dua tekanan tiap detik atau sekitar 100 tekanan tiap menit.
3. Setelah 30 tekanan, miringkan kepala ke belakang-angkat dagu untuk membuka jalan udara. Bersiaplah untuk memberikan 2 pernapasan penyelamat. Jepit ujung hidung dan berikan napas ke mulut pasien selama 1 detik. Jika dada naik berikan napas kedua. Jika tidak naik, ulangi memiringkan kepala ke belakang-mengangkat dagu dan berikan napas kedua. Itu satu siklus. Jika ada orang lain selain anda, minta orang tersebut berikan dua napas setelah anda melakukan 30 tekanan.
4. Jika pasien tidak bergerak setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) dan sebuah automated external defibrillator (AED) tersedia, bukalah kotak dan ikuti petunjuknya. Jika anda tidak terlatih menggunakan AED, petugas gawat darurat bisa membimbing anda dalam menggunakannya. Staf terlatih pada banyak tempat umum juga banyak tersedia. Gunakan bantal anak-anak untuk anak-anak usia 1 sampai 8 tahun. Jika tidak ada gunakan bantal dewasa. Jangan gunakan AED untuk bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Jika AED tidak tersedia ikuti langkah no.5.
5. Ulangi CPR sampai ada tanda pergerakan atau sampai personil medis gawat darurat mengambil alih.


NB : Berilah pertolongan CPR/RJP ini pada orang yang benar-benar membutuhkan.
Selamat mencoba, semoga berhasil...





cara lain membuka jalan nafas

Ada cara kedua selain jaw trust untuk membuka jalan nafas , yaitu dengan cara chin lift.
Membebaskan jalan napas pada penderita trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher harus selalu menjaga posisi tubuh penderita agar selalu segaris (in line). Pada tindakan membuka jalan napas secara manual, tindakan meng-ekstensikan kepala harus dihindari. Tindakan yang dapat dilakukan adalan dengan melakukan chin lift atau jaw trust.

Tindakan chin lift dilakukan dengan cara jari jemari salah satu tangan diletakan dibawah rahang, kemudian secara hati-hati diangkat keatas arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat juga diletakan dibelakang gigi seri bawah dan secara bersamaan mengangkat dagu dengan hati-hati.

Manuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher, terutama pada penderita trauma dengan kemungkinan mengalami patah tulang leher yang ditandai dengan :
  1. Adanya jejas atau perlukaan diatas klavikula
  2. Adanya trauma kepala disertai penurunan kesadaran
  3. Multiple trauma
  4. Biomekanik mendukung




cara melakukan tekhnik jaw trust

tekhnik membuka jalan nafas ada berbagai cara , ada yang khusus untuk korban yang di curigai fraktur di leher ada juga yang tidak.
Penanganan sumbatan airway karena pangkal lidah pada penderita dengan kemungkinan patah tulang leher dapat dilakukan secara manual dengan tindakan chin lift dan jaw thrust.

Tindakan jaw thrust (mendorong rahang) dilakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah (angulus mandibulae) dan mendorong rahang bawah kedepan. keuntungan melakukan tindakan ini adalah dapat sekaligus melakukan fiksasi kepala agar selalu pada posisi segaris (in line), selain itu bila cara ini dilakukan sambil baging atau memegang bag-valve dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.





tips mengevakuasi korban

Setiap TIM SAR pasti memiliki keahlian sendiri dalam mengaevakuasi korban. Bagi yang belum, pelajarilah cara-cara berikut.
 Untuk itulah diperlukan Standar / Panduan penanganan dan evakuasi korban yang berlaku bagi seluruh personel dan unit kesehatan di seluruh Kongo guna menghadapi kemungkinan terjadinya korban pertempuran, bencana alam maupun wabah penyakit.
Triage
    Triage adalah pengelompokan pasien atau korban berdasarkan kondisi klinis korban, dengan tujuan untuk menentukan prioritas penanganan dan evakuasi korban. Hal ini untuk optimalisasi penggunaan sumber-sumber daya medis yang terbatas saat kejadian dan memastikan sebanyak mungkin korban dapat diselamatkan dalam keadaan korban masal. Triage umumnya dilakukan oleh dokter atau paramedik yang berpengalaman. Kegiatan Triage ini terus dilakukan karena kondisi pasien dapat memburuk, terutama selama evakuasi. Haruslah terus dimonitor sampai tiba di fasilitas medis, juga sebelum dievakuasi untuk penanganan lebih lanjut.
a.Klasifikasi.
     Berbagai klasifikasi Triage yang berbeda telah dipergunakan oleh organisasi - organisasi pelayanan kesehatan nasional dan internasional. Pengelompokan pasien atau korban tergantung pada urgensi penanganan dan evakuasi, juga mempertimbangkan prognosisnya. Beberapa sistem berdasarkan pada skore trauma sedangkan sistem yang lain berdasarkan pertimbangan klinis. Sangatlah penting bagi unit – unit kesehatan untuk terbiasa dengan klasifikasi triage dan pemasangan label di dalam daerah misi PBB.
b. Triage Categories.
     PBB merekomendasikan menggunakan 4-category triage berdasarkan kondisi pasien dan urgensinya untuk penanganan.
1. Prioritas 1 (MERAH: Segera).
     Kategori ini merupakan prioritas tertinggi untuk penanganan atauevakuasi, seperti tindakan resusitasi segera untuk memastikan penyelamatan korban atau pasien. Contoh obstruksi jalan nafas, kegawatan pernapasan, syok dan trauma parah. Pasien – pasien pada katagori pertama dapat meninggal dalam 2 jam atau lebih cepat jika tidak ada penanganan yang tepat.
2. Prioritas 2 (KUNING: Mendesak).
     Ini meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera, terutama kasus bedah, direkomendasikan untuk evakuasi ke fasilitas bedah dalam 6 jam dari kejadian. Contoh meliputi trauma abdomen, trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia, trauma ekstremitas dan patah tulang, trauma kepala tertutup, trauma mata dan luka bakar derajad sedang.
3. Prioritas 3 (HIJAU: Tunda atau Evaluasi).
     Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain lebih memerlukan penanganan atau evakuasi. Contoh meliputi fraktur simple tertutup, trauma dada tertutup.
4. Prioritas 4 (HITAM: Ada harapan atau meninggal).
     Kategori ini mengacu pada korban – korban dengan trauma atau penyakit yang sangat serius sehingga kecil kemungkinan selamat atau meninggal saat datang (dead on arrival). Dengan adanya keterbatasan sumber-sumber daya medis yang ada, karena parahnya kondisi pasien, beberapa kasus prioritasnya lebih rendah untuk evakuasi atau penanganan. Contoh seperti mati batang otak dan penyakit terminal.
Penanganan dan kebijakan Evakuasi(Evacuation Policy or Holding Policy)
a. Kemampuan suatu fasilitas medis ditentukan oleh tingkat dukungan medis yang diberikan. Pada level yang lebih rendah, penekanannya pada resusitasi dan stabilisasi korban selanjutnya untuk dievakuasi ke level yang lebih tinggi. Pada cedera yang parah, tindakan definitif jarang dilakukan di level yang rendah dan diupayakan untuk segera dievakuasi.
b. Pengorganisasi sumber-sumber daya medis di dalam daerah Misi PBB ditentukan oleh kemampuan terapi dan evakuasi masing - masing level. Harus diantisipasi juga akan adanya kesulitan atau keterlambatan dalam evakuasi, level ini harus meningkatkan kemampuan terapinya. Holding Policy (juga dikenal sebagai Evacuation Policy / kebijakan evakuasi) di dalam Misi adalah sebagai keseimbangan antara kemampuan terapi setiap level dengan ketersediaan sarana evakuasi. Hal ini dicapai dengan cara menentukan waktu maksimum seorang pasien dapat dirawat pada masing – masing level.
Kebijakan evakuasi ini ditentukan oleh:
  1. Keterbatasan evakuasi disebabkan oleh tidak tersedianya sarana evakuasi, keterbatasan operasional, cuaca atau topografi.
  2. Kebutuhan akan sumber-sumber daya medis, misal ketika diperkirakan ada banyak pasien maka waktu evakuasi diperpendek.
  3. Ketersediaan sarana medis, misal sedikitnya fasilitas maka waktu evakuasi juga relatif singkat.



Evakuasi dan repatriasi Medis
a. Tanggung jawab perencanaan dan penetapan
   suatu sistem evakuasi medis yang efektif terletak pada staf perencanaan di DPKO, serta staf medis dan administrasi di dalam daerah Misi. Force Medical Officer (FmedO) mengkoordinasikan semua aktivitas evakuasi di dalam daerah Misi, dengan dukungan dari administrasi dalam Misi dan panduan dari Medical Services Division (MSD). Rincian rencana evakuasi harus dimasukkan dalam setiap Mission’s Standard Operating Procedures (SOP). Terdapat tiga kategori rujukan pasien atau korban yaitu:
  1. Evakuasi Korban (Casevac). Evakuasi korban dari lokasi kejadian ke fasilitas medis terdekat, idealnya dilakukan dalam 1 jam dari kejadian.
  2. Evakuasi Medis (Medevac). Evakuasi korban antara dua fasilitas medis, baik di dalam daerah Misi (in - teater) atau ke luar daerah Misi (out-of-theatre). Korban dapat baik kembali ke tugas (Return to duty / RTD) dalam batasan waktu yang telah ditetapkan, atau direpatriasi / dipulangkan.
  3. Repatriasi Medis. Pengembalian seorang pasien atau korban ke negara asalnya karena alasan medis.
b. Planning Determinants
   Faktor – faktor yang menentukan perencanaan.
  1. Mission Holding Policy. Seperti yang  di atas, Mission Holding Policy harus ditetapkan sejak awal suatu operasi, dimana ditentukan waktu maksimum (dalam hari) seorang pasien dapat dirawat pada setiap tingkat perawatan medik. Ini pada gilirannya akan menentukan kemampuan penanganan dan kapasitas yang diperlukan pada setiap level serta perlengkapan evakuasi pendukung yang diperlukan.
  2. Fitness for Evacuation. Kondisi klinis pasien adalah ukuran utama dalam menentukan waktu dan cara evakuasi antar level perawatan.
  3. Evacuation Time to Medical Facillity. Evakuasi harus dilakukan dalam satu waktu yang tepat, yang memungkinkan tindakan life or limb-saving secepat mungkin. Direkomendasikan bahwa evakuasi korban ke fasilitas level 2 atau 3 harus tidak lebih dari 4 jam dari waktu kejadian.
  4. Evakuasi udara. Meskipun tidak selalu mungkin, idealnya evakuasi medis dilakukan dengan helikopter khusus, tindakan awal oleh Forward Medical Team yang dilengkapi dengan peralatan dan suplai life-support. Jika tidak ada level 2 dan atau 3 di dalam daerah Misi, maka helikopter atau pesawat terbang sayap tetap harus disediakan untuk Medevac ke berbagai fasilitas medis.
c. Evakuasi Medis (Medevac)
   Medevac akan dilaksanakan jika fasilitas medis setempat tidak mampu memberikan terapi yang diperlukan. Kebijakan dan tata cara Medevac adalah sebagai berikut:
  1. Staf Internasional, Personil Militer dan sipil dapat dievakuasi dengan biaya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memastikan perawatan dan tindakan lebih lanjut. Staf lokal, keluarga dan anak-anak mereka dapat dievakuasi dalam situasi darurat atau jika kondisi mengancam nyawa.
  2. Dalam situasi darurat, Chief of the MisiĆ³n atau Force Commander dapat secara langsung menyetujui evakuasi medis, setelah konsultasi dengan FMedO dan Chief Administration Officer (CAO). Tidak diperlukan persetujuan lebih dulu dari Markas Besar PBB di dalam daerah Misi .
  3. Evakuasi dapat melalui darat maupun udara dan menuju ke fasilitas medis terdekat dengan selalu memperhatikan kondisi penyakit atau luka-luka dan jenis terapi yang diperlukan .Kendaraan untuk transportasi harus diberi tanda dengan jelas yaitu Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
  4. Pengobatan sebelum dan selama evakuasi penting untuk didokumentasikan dengan baik dan disertakan bersama pasien ke fasilitas medis selanjutnya. Sebaiknya pasien didampingi oleh dokter atau perawat yang merawat pasien tersebut.
  5. Untuk persalinan, macam-macam penyakit psikiatris yang memerlukan penyembuhan lebih lama, sebaiknya dievakuasi ke tempat untuk cuti atau repatriasi kepada negara asal.
  6. Jika suatu negara lebih menyukai evakuasi personilnya sendiri yang bertentangan dengan pendapat petugas medis yang berwenang atau FMedO, maka evakuasi ini menjadi tanggung jawab negara dan biaya dari negara yang bersangkutan.
  7. Pada kasus bukan gawat darurat, harus ada persetujuan Markas Besar PBB terlebih dahulu sebelum dilakukan Medevac. Pada kasus gawat darurat, hal ini tidak diperlukan, walaupun demikian Markas PBB diberitahukan segera setelah Medevac
  8. Setelah mempunyai sertifikat kesehatan dari dokter pemeriksa, salinan sertifikat kesehatan harus disampaikan kepada direktur, MSD, yang selanjutnya akan menyetujui atau menolak kembali ke tempat tugas. Pada kasus penyakit atau luka-luka serius, pasien tidak kembali ke tempat tugas dengan biaya PBB. Hal ini tidak berlaku pada kasus bukan gawat darurat.
d. Repatriasi Medis
    Repatriasi Medis apakah evakuasi pasien atau korban kembali ke negara asal atau Negara orang tuanya. Kebijakan dan tata cara mengenai repatriasi adalah sebagai berikut:
  1. Repatriasi dengan alasan medis berlaku bagi semua personil yang tidak mampu lagi kembali bertugas di darah misi, atau yang memerlukan penanganan yang tidak tersedia di dalam daerah Misi. Secara umum, 30 hari adalah waktu yang ditetapkan dalam Holding Policy.
  2. Repatriasi Medis adalah tanggung jawab FMedO, dengan berkoordinasi dengan Komandan Kontingen nasional serta Chief Administration Officer (CAO). Pada pasien yang direpatriasi maka perawatan medik lebih lanjut adalah satu tanggung jawab Negara yang bersangkutan.
  3. Personil Militer yang datang ke daerah Misi dalam kondisi tidak layak untuk bertugas akan dipulangkan segera dengan biaya dari Negara pengirim pasukan. Jika repatriasi diperlukan pada kondisi medis kronis yang didiagnosa atau sedang dalam terapi pada saat menjalankan tugas dalam misi, maka biaya repatriasi sudah disiapkan untuk Negara pengirim pasien.
  4. Wanita hamil direpatriasi pada akhir bulan kelima kehamilan.
  5. Semua personil dengan gejala klinis atau tanda – tanda AIDS harus segera direpatriasi.
  6. Otorisasi repatriasi harus diperoleh dari direktur, Medical Services Division / Divisi Layanan Medis. Rekomendasi tertulis harus disampaikan oleh FMedO atau dokter yang berwenang, tanpa menghiraukan apakah biaya harus ditanggung oleh PBB, pemerintah atau pribadi yang bersangkutan. Jika sudah disetujui, maka CAO akan memproses untuk menyusun repatriasi oleh Misi atau kontingen dengan biaya yang paling ekonomis.
  7. Jika mungkin, rotasi reguler atau penerbangan rutin dapat digunakan untuk repatriasi. Pembayaran uang saku perjalanan dan biaya terminal dapat disetujui jika kasusnya menjadi tanggungan PBB, dan uang saku bagasi adalah sesuai dengan rotasi personil. Jika memerlukan pendamping, maka ini dibatasi tanpa uang saku.
  8. Untuk kasus yang memerlukan repatriasi medis segera, pesawat terbang militer atau sipil dapat disewa. PBB sejak 1989 bekerja sama dengan pemerintah Swiss dalam layanan ambulance udara untuk operasi – operasi pemeliharaan perdamaian. Layanan ini disediakan oleh La Garde Aerienne Suisse de Sauvetage (REGA). REGA juga menyediakan personnel dan perlengkapan medis selama evakuasi.
  9. Manajemen korban massal dan bencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar